Pesona Gadis Kampus Menurut Pendapat Maba yang Sederhana
Saya adalah seorang anak
desa sederhana yang beruntung bisa diterima di salah satu PTN top di Jawa
Tengah. Sebagai anak desa yang biasa hidup di kampung dengan sederhana dan
tidak neko-neko saya agak kaget dengan budaya anak-anak kampus yang serba bebas
dari mulai sikap hingga pakaian. Di kampus lah saya melihat berbagai macam
orang dengan segala latar belakangnya yang berbeda dari mulai suku, agama, ras,
dan yang paling kentara yaitu tingkat ekonomi.
Kalau mau belajar tentang budaya dari orang-orang yang memilki latar belakang misalnya suku, agama dan ras kampus lah tempat yang saya rasa paling tepat, bukan dengan study tour yang katanya study budaya tapi ternyata tour dan foto-foto doang.
Hal yang ingin saya soroti dan saya bahas di
sini adalah pesonanya gadis-gadis kampus di sini bagi anak desa sederhana
seperti saya. Di sini dari mulai anak desa hingga kota, berkerudung dan tidak
bahkan yang blasteran pun ada. Sungguh asik mengamati mereka.
Setelah memandangi mereka timbul hasrat ingin memiliki, tapi saya sadar apalah artinya saya seorang anak desa yang sederhana. Jika melihat gadis kampus yang cantik saya akan coba menahan diri saya agar tidak jatuh hati kepada mereka walaupun sebenarnya sulit.
Saya coba mantapkan diri saya untuk menahan diri dan yakin bahwa saya di sini untuk belajar bukan untuk mencari kekasih, tapi sungguh pesona gadis kampus sangat sulit ditolak karena sesungguhnya saya masihlah lelaki normal yang kalau melihat gadis cantik ya nengok, itu sudah insting dan memang kodratnya begitu.
Gadis kampus bukan hanya menarik dari segi penampilan namun juga dadi segi intelektual, pemikiran, dan mental. Terkadang saya heran bagaimana bisa mereka mengemukaan pendapat dengan percaya diri, berbicara di depan umum dengan baik, serta terlihat tersenyum dengan ramah. Sudah cantik, berani dan intelek pula. Sungguh diri saya merasa rendah kalau dekat-dekat dengan mereka.
Sebenarnya niat belajar hanya alibi sih, saya tidak mendekati gadis kampus karena kekurangan sumber daya dan kurangnya pengalaman dan mental dalam. mendekati wanita.
Ketika melihat foto profil gadis gadis kampus di angkatan saya yang ada di grup line, saya berani bilang bahwa misalnya saya ingin mendekati mereka butuh sumber daya atau ragad yang besar.
Bayangkan saja foto profil mereka banyak yang berlatar belakang di luar negeri, menggunakan busana, tas, dan sepatu bermerk, serta nangkring di kendaraan mewah. Saya yang anak desa sederhana yang kosannya kurang lebih 400 ribu perbulan serta pengeluaran perhari kurang lebih 20 ribu hanya bisa senyum-senyum memandangi foto-foto mereka lalu merenung "kapan ya saya bisa mempunyai kekasih seperti ini" lalu tertidur karena merasa tidak mampu. Bahkan sampai terbawa mimipi. Sungguh menyedihkan.
Tapi saya di kampus tentunya bukan untuk meratapi hal-hal seperti itu. Justru di sinilah kesempatan saya bisa berkembang dengan segala kesederhanaan saya yang mungkin justru bisa saya jadikan pesona yang menarik dari diri saya. Meminggirkan dulu masalah perasaan kepada wanita mungkin bisa berdampak baik bagi saya di masa depan karena saya bisa fokus belajar walapun pada akhirnya lebih banyak mainnya (sungguh alasan yang klise).
Setelah memandangi mereka timbul hasrat ingin memiliki, tapi saya sadar apalah artinya saya seorang anak desa yang sederhana. Jika melihat gadis kampus yang cantik saya akan coba menahan diri saya agar tidak jatuh hati kepada mereka walaupun sebenarnya sulit.
Saya coba mantapkan diri saya untuk menahan diri dan yakin bahwa saya di sini untuk belajar bukan untuk mencari kekasih, tapi sungguh pesona gadis kampus sangat sulit ditolak karena sesungguhnya saya masihlah lelaki normal yang kalau melihat gadis cantik ya nengok, itu sudah insting dan memang kodratnya begitu.
Gadis kampus bukan hanya menarik dari segi penampilan namun juga dadi segi intelektual, pemikiran, dan mental. Terkadang saya heran bagaimana bisa mereka mengemukaan pendapat dengan percaya diri, berbicara di depan umum dengan baik, serta terlihat tersenyum dengan ramah. Sudah cantik, berani dan intelek pula. Sungguh diri saya merasa rendah kalau dekat-dekat dengan mereka.
Sebenarnya niat belajar hanya alibi sih, saya tidak mendekati gadis kampus karena kekurangan sumber daya dan kurangnya pengalaman dan mental dalam. mendekati wanita.
Ketika melihat foto profil gadis gadis kampus di angkatan saya yang ada di grup line, saya berani bilang bahwa misalnya saya ingin mendekati mereka butuh sumber daya atau ragad yang besar.
Bayangkan saja foto profil mereka banyak yang berlatar belakang di luar negeri, menggunakan busana, tas, dan sepatu bermerk, serta nangkring di kendaraan mewah. Saya yang anak desa sederhana yang kosannya kurang lebih 400 ribu perbulan serta pengeluaran perhari kurang lebih 20 ribu hanya bisa senyum-senyum memandangi foto-foto mereka lalu merenung "kapan ya saya bisa mempunyai kekasih seperti ini" lalu tertidur karena merasa tidak mampu. Bahkan sampai terbawa mimipi. Sungguh menyedihkan.
Tapi saya di kampus tentunya bukan untuk meratapi hal-hal seperti itu. Justru di sinilah kesempatan saya bisa berkembang dengan segala kesederhanaan saya yang mungkin justru bisa saya jadikan pesona yang menarik dari diri saya. Meminggirkan dulu masalah perasaan kepada wanita mungkin bisa berdampak baik bagi saya di masa depan karena saya bisa fokus belajar walapun pada akhirnya lebih banyak mainnya (sungguh alasan yang klise).
Intinya gadis-gadis kampus memang sangat menarik, tapi jangan silau akan pesona mereka dan melupakan tugas utama mahasiswa yaitu belajar dan mencari pengalaman yang berguna sebanyak-banyaknya.