Masalah Ekonomi Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin Serta Upaya Mengatasinya
Hallo Agan…Kali ini saya mau memposting artikel tentang
Masalah Ekonomi Masa Demokrasi Liberal
dan Terpimpin Serta Upaya Mengatasinya. Pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi
Terpimpin, perekenomian Indonesia masih menghadapi berbagai masalah ekonomi,
seperti beban ekonomi dan keuangan yang harus ditanggung oleh Indonesia
sebagaimana yang disepakati dalam konferensi meja bunda(KMB), defisit keuangan
serta upaya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional yang
tersendat-sendat. Bagaimanakah perkembangan ekonomi Indonesia pada masa
Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin?
Baca juga: Pengertian BUMN, contoh, dan fungsinya
Baca juga: Pengertian BUMN, contoh, dan fungsinya
Pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin,
perekonomian Indonesia tengah menghadapi berbagai permasalahan, di antaranya
adalah beban ekonomi dan keuangan sesuai kesepakatan Konferensi Menja Bundar
(KMB). Beban tersebut berupa utang luar negeri dan utang dalam negeri.
Baca juga: 7 cara pembayaran transaksi Internasional
Tanggungan beban ekonomi dan keuangan sesuai kesepakatan KMB membuat defisit keuangan bertambah hingga mencapai 5,1 milyar rupiah. Defisit tersebut dapat dikurangi dengan pinjaman pemerintah. Jumlah yang didapat dari pinjaman wajib sebesar 1,6 miliar rupiah. Kemudian, Indonesia mendapat kredit dari Uni Indonesia-Belanda sebesar 200 juta rupiah. Selanjutnya, Indonesia juga mendapatkan kredit dari Exim Bank of Washington sejumlah 100 juta dolar AS yang sebagian digunakan untuk pembangunan prasarana ekonomi seperti proyek-proyek pengangkutan automotif, pembangunan jalan,telekomunikasi, kereta api, dan perhubungan udara.
Tanggungan beban ekonomi dan keuangan sesuai kesepakatan KMB membuat defisit keuangan bertambah hingga mencapai 5,1 milyar rupiah. Defisit tersebut dapat dikurangi dengan pinjaman pemerintah. Jumlah yang didapat dari pinjaman wajib sebesar 1,6 miliar rupiah. Kemudian, Indonesia mendapat kredit dari Uni Indonesia-Belanda sebesar 200 juta rupiah. Selanjutnya, Indonesia juga mendapatkan kredit dari Exim Bank of Washington sejumlah 100 juta dolar AS yang sebagian digunakan untuk pembangunan prasarana ekonomi seperti proyek-proyek pengangkutan automotif, pembangunan jalan,telekomunikasi, kereta api, dan perhubungan udara.
Dalam rangka memperbaiki keadaan ekonomi, pemerintah
berupaya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Caranya
dengan memberi bantuan kredit kepada pengusaha-pengusaha pribumi agar usahanya
dapat berkembang maju dan perubahan struktur ekonomi akan tercapai. Namun pada
kenyataannya, bantuan kredit ini tidak efektif sehingga program pemerintah
tidak berhasil dan justru menjadi salah satu sumber defisit.
Masalah perekonomian yang muncul ini pun akhirnya
menimbulkan berbagai upaya pemerintah indonesia untuk mengatasinya. Upaya-upaya
tersebut antaralain adalah sebagai berikut.
a.
Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah pemotongan nilai uang (sanering).
Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya
tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakuakan oleh Menteri Keuangan Syarifuddin
Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal
20 Maret 1950 untuk menanggulangi defisit anggaran. Melalui kebijakan ini uang
yang beredar dapat dikurangi.
Baca juga: 6 Lembaga keuangan bukan bank
Baca juga: 6 Lembaga keuangan bukan bank
b.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah
untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional
(pembangunan ekonomi Indonesia). Sistem Ekonomi Gerakan Benteng memiliki tujuan
antara lain sebagai berikut.
1. Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa
Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
2. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu
dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
3. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan
berkembang menjadi maju.
Gerakan benteng dimulai pada bulan april 1950. Hasilnya
selama 3 tahuan (1950-1953) kurang lebih
700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program
ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan
mengakibatkan beban keuangan pemerintah makin besar.
Kegagalan Gerakan Banteng disebabkan oleh hal-hal
berikut.
1). Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan
pengusaha nonpribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
2). Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang
cenderung konsumtif
3). Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah.
4). Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan
usahanya.
5). Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan
besar dan menikmati cara hidup mewah.
6). Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan
mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
c.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada akhir tahun 1951, pemerintah Indonesia melakukan
nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya, terdapat
peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah
Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan
moneter. Tujuan nasionalisasi De Javasche Bank adalah untuk menaikkan
pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan.
d.
Sistem Ekonomi Ali-Baba
Pada pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus
1954-Agustus 1955), Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisurjo memprakarsai
sistem ekonomi yang dikenal dengan nama Sistem Ali-Baba. Sistem ini merupakan
bentuk kerja sama ekonomi antara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali
dan pengusaha nonpribumi (khususnya China) yang diidentikkan dengan Baba.
Sistem ekonomi ini bertujuan mendorong tumbuh dan berkembangnya
pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi. Dalam pelaksanaannya, sistem ekonomi
Ali-Baba tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan para
pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi. Akibatnya,
para pengusaha pribumi hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha
nonpribumi untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.
e.
Devaluasi Mata Uang Rupiah
Dalam usaha memperbaiki kondisi ekonomi, pada tanggal 24
Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi mata uang Rp1.000 dan Rp500 menjadi Rp100
dan Rp50. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di
bank-bank yang melebihi jumlah Rp25.000. Tujuan kebijakan devaluasi ini adalah
untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Namun,
kebijakan pemerintah ini ternyata tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi
secara keseluruhan.
f.
Mengeluarkan Deklarasi Ekonomi
Deklarasi Ekonomi (Dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei
1963. Pemerintah menganggap bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi,
satu-satunya jalan adalah dengan sistem Ekonomi Terpimpin. Namun, dalam
pelaksanaan Ekonomi Terpimpin, pemerintah lebih menonjolkan unsur terpimpinnya
daripada unsur ekonomi efisien. Sektor ekonomi
ditangani langsung oleh Presiden. Akibatnya, kegiatan ekonomi sangat
bergantung pada pemerintah pusat dan kegiatan ekonomi pun mengalami penurunan.
Meski berbagai upaya perbaikan ekonomi telah dilakukan, pendapatan perintah
tetap menurun karena saat itu Indonesia tidak memiliki ekspor kecuali hasil
perkebunan. Selain itu, adanya pemberontakan dan gerakan separatis di berbagai
daerah di Indonesia dan tidak stabilnya situasi politik dalam negeri
mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan makin
meningkat. berbagai daerah di Indonesia dan tidak stabilnya situasi politik
dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi
keamanan makin meningkat.
Demikian artikel saya tentang Masalah Ekonomi Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin Serta
Upaya Mengatasinya semoga bermanfaat bagi agan sekalian yang sedang mencari
informasi seputar hal tersebut.